Kevinn Dervinn said
kalau mbak hanina cuma modal fitnah yang dengan copasan saya juga bisa mbak..
=======
KESALAHAN FATAL TATA BAHASA ARAB DALAM AL QURAN...
...
Surah Al Maeda ayat 69
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى
مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وعَمِلَ صَالِحًا فَلاَ خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Inna
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalssabioona waalnnasara
man amana biAllahi waalyawmi alakhiri waAAamila salihan fala khawfun
AAalayhim wala hum yahzanoona
=
Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan
orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
PERHATIKAN KALIMAT INI
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalssabioona waalnnasara
DAN PERHATIKAN DUA KATA INI
وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى
waalssabioona waalnnasara
SEKARANG KITA BACA
Surah Al Baqara ayat 62
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُونَ
Inna
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalnnasara waalssabieena
man amana biAllahi waalyawmi alakhiri waAAamila salihan falahum ajruhum AAinda rabbihim wala khawfun AAalayhim wala hum
yahzanoona
=
Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja di antara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh ,
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
PERHATIKAN KALIMAT INI
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalnnasara waalssabieena
DAN PERHATIKAN DUA KATA INI
وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
waalnnasara waalssabieena
TERAKHIR KITA BACA
Surah Al Hajj ayat 17
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى
وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Inna
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalssabieena waalnnasara
waalmajoosa waallatheena ashrakoo inna Allaha yafsilu baynahum
yawma alqiyamati inna Allaha AAala kulli shayin shaheedun
=
Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
Shaabiiin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang
musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
PERHATIKAN KALIMAT INI
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalssabieena waalnnasara
DAN PERHATIKAN DUA KATA INI
وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى
waalssabieena waalnnasara
PEMBAHASAN
Mari kita bandingkan ketiga ayat tersebut:
Surah Al Maeda ayat 69
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalssabioona waalnnasara
Surah Al Baqara ayat 62
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalnnasara waalssabieena
Surah Al Hajj ayat 17
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalssabieena waalnnasara
LALU BANDINGKAN
Surah Al Maeda ayat 69
وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى
waalssabioona waalnnasara
Surah Al Baqara ayat 62
وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
waalnnasara waalssabieena
Surah Al Hajj ayat 17
وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى
waalssabieena waalnnasara
TERAKHIR BANDINGKAN
Surah Al Maeda ayat 69
وَالصَّابِئُونَ
waalssabioona
Surah Al Baqara ayat 62
وَالصَّابِئِينَ
waalssabieena
Surah Al Hajj ayat 17
وَالصَّابِئِينَ
waalssabieena
Kita
teliti, bagaimana sebuah kerangka kalimat yang serupa dalam ketiga ayat
tersebut membuat sebuah kata yaitu وَالصَّابِئِين menjadi berbeda, yang
didalam tata bahasa Arab, pengucapan sebentuk kata mempengaruhi arti,
kategori tenses dan fungsi nya.
Bentuk kata
“waalssabioona” ini adalah sebuah kesalahan tata bahasa Arab yang sangat
jelas terlihat, karena pemberian tanda “waw” sehingga dengan pengucapan
“oo” dalam bahasa Indonesia dibaca “uu” dalam kata “waalssabioona”
menjadikan kalimat dalam surat Al Maeda ayat 69 masuk kategori "raf'a”.
Sedangkan
kata waalssabieena mendapat pemberian tanda “yeh” sehingga diucapkan
“ee” dalam bahasa Indonesia dibaca “ii”, dalam kata waalssabieena
menjadikan kalimat dalam surat Al Baqara ayat 62 dan surat Al Hajj ayat
17 masuk kategori “nasb”.
Yang terpenting adalah makna dan bentuk kategori-kategori diatas:
Dan
bentuk kategori “raf’a” ini adalah “ism” (kata benda) yang menjadi
subjek dari sebuah fi’il (kata kerja). Kalimat kategori “raf’a” tidak
dapat digabungkan dengan kata إِنَّ , Inna yang penggunaanya dalam
sebuah awal kalimat membentuk kategori “nasb”, dimana “ism” (kata benda)
adalah objek dari sebuah fi’il (kata kerja).
KESIMPULANNYA
1.
Surat Al Maeda ayat 69 adalah salah secara tata bahasa Arab karena
bentuk “raf’a”, وَالصَّابِئُونَ “waalssabioona” , tapi mendapat kata
إِنَّ Inna, yang menjadi tanda bentuk kategori “nasb”. Sebuah kesalahan
yang sangat jelas terlihat.
2. Surat Al Baqara
ayat 62 adalah salah secara tata bahasa Arab karena telah berbentuk
kategori “nasb”, وَالصَّابِئِينَ waalssabieena , tetapi kata tersebut
menjadi subjek dari sebuah kata kerja, yaitu “beriman kepada Allah”,
sedangkan bentuk kategori “nasb” yang seharusnya adalah kata tersebut
menjadi objek dari sebuah kata kerja.
3. Surat Al Hajj ayat 17 adalah bentuk kategori “nasb” yang benar.Lihat Selengkapnya
12 menit yang lalu · Suka
**************************************************************
Soalan ini adalah copasan dr ( http://indonesia.faithfreedom.org/forum/kesalahan-fatal-tata-bahasa-arab-dalam-al-quran-t20422/ ) tanggal 9 Desember 2007 oleh Hillman.
Pertanyaan serupa tampaknya diulangi pada tanggal 9 Februari 2008 di ( http://myquran.org/forum/index.php/topic,34641.0/nowap.html )
Transliterasi
yg digunakan Hillman tampaknya merupakan produk software jadi saya
perhalus dulu romanization-nya menurut kaidah onomatopeia indonesia dan
pakem "ar-rasmu taab’iun li ar riwaayah"
Surah Al Maidah ayat 69
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى
مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وعَمِلَ صَالِحًا فَلاَ خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Inna allatheena amanoo
waallatheena hadoo waalssabioona waalnnasara man amana biAllahi
waalyawmi alakhiri waAAamila salihan fala khawfun AAalayhim wala hum
yahzanoona
menjadi : Innalladziina 'aamanuu walladziina
haduu was-shoobi'uuna wan-nashoro man amana billahi wal yaumil akhir wa
'amila shoolihAn fala khoufuN 'alaihim wa lahum yakhzanuun
artinya
: “Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan
orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Surah Al Baqarah: 62
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُونَ
Inna allatheena amanoo waallatheena hadoo
waalnnasara waalssabieena man amana biAllahi waalyawmi alakhiri
waAAamila salihan falahum ajruhum AAinda rabbihim wala khawfun AAalayhim
wala hum yahzanoona
menjadi : Innalladziina 'aamanuu
walladziina haduu wan-nashoro was-shoobi'iina man amana billahi wal
yaumil akhir wa 'amila shoolihAn falahum ajruhum 'inda robbihim wa la
khoufuN 'alaihim wa lahum yakhzanuun
artinya :
Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani
dan orang-orang Shabiin , siapa saja di antara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh , mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Surah Al Hajj ayat 17
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى
وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُواإِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُم
يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌْ
Inna
allatheena amanoo waallatheena hadoo waalssabieena waalnnasara
waalmajoosa waallatheena ashrakoo inna Allaha yafsilu baynahum yawma
alqiyamati inna Allaha AAala kulli shayin shaheedun
menjadi
: Innalladziina 'aamanuu walladziina haduu was-shoobi'iina wan-nashoro
wal majuusa walladziina asyrokuu innallaha yafshilu bainahum yaumal
qiyaamati innallaha 'ala kulli syai'in syahiid
artinya :
Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
Shaabiiin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang
musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
nah, yg dipersoalkan disini adalah :
Bentuk
kata “was-shobi'una” ini adalah sebuah kesalahan tata bahasa Arab yang
sangat jelas terlihat, karena pemberian tanda “waw” sehingga dengan
pengucapan dalam bahasa Indonesia dibaca “uu” dalam kata “was-shobi'una”
menjadikan kalimat dalam surat Al Maidah ayat 69 masuk kategori
"raf'a”.
Sedangkan kata was-shoobi'iina mendapat pemberian
tanda “ya'” sehingga diucapkan dalam bahasa Indonesia dibaca “ii”,
dalam kata was-shoobi'iina menjadikan kalimat dalam surat Al Baqara ayat
62 dan surat Al Hajj ayat 17 masuk kategori “nasb”.
Yang terpenting adalah makna dan bentuk kategori-kategori diatas:
Dan
bentuk kategori “raf’a” ini adalah “ism” (kata benda) yang menjadi
subjek dari sebuah fi’il (kata kerja). Kalimat kategori “raf’a” tidak
dapat digabungkan dengan kata إِنَّ , Inna yang penggunaanya dalam
sebuah awal kalimat membentuk kategori “nasb”, dimana “ism” (kata benda)
adalah objek dari sebuah fi’il (kata kerja).
dan disimpulkan secara sepihak (oleh kafir yg belum tentu kenal dengan huruf alif segede tiang listrik) bahwa :
1.
Surat Al Maidah ayat 69 adalah salah secara tata bahasa Arab karena
bentuk “raf’a”, وَالصَّابِئُونَ “was-shobi'una” , tapi mendapat kata
إِنَّ Inna, yang menjadi tanda bentuk kategori “nasb”. Sebuah kesalahan
yang sangat jelas terlihat.
2. Surat Al Baqara ayat 62
adalah salah secara tata bahasa Arab karena telah berbentuk kategori
“nasb”, وَالصَّابِئِينَ was-shoobi'iina , tetapi kata tersebut menjadi
subjek dari sebuah kata kerja, yaitu “beriman kepada Allah”, sedangkan
bentuk kategori “nasb” yang seharusnya adalah kata tersebut menjadi
objek dari sebuah kata kerja.
3. Surat Al Hajj ayat 17 adalah bentuk kategori “nasb” yang benar
Pertama-tama, mari kita mencerahkan nalar tentang apa itu raf'a, nasb, presuposisi إِنَّ , pola dan partikel terkait
و ، ـو huruf wau yang pemberiannya dalam sebuah kata menjadi tanda bentuk raf’a.
ي
، يـ ، ـيـ ، ـي huruf ya' yang dibubuhkan dalam sebuah kata menjadi
tanda bentuk nasb.sejauh yg saya tahu, aturan itu tidak pakem
dikarenakan beberapa kasus unik.QS Al-Maidah : 69 adalah contoh kasus.
“Raf’a” adalah “isim” (kata benda) menjadi subjek dari sebuah fi’il (kata kerja).
“Nasb”, adalah “isim” (kata benda) menjadi objek dari sebuah fi’il (kata kerja).
Kata
إِنَّ , Inna (sesungguhnya), penggunaanya dalam sebuah awal kalimat
tidak selalu membentuk kategori “nasb”, dimana “ism” (kata benda) adalah
objek dari sebuah fi’il (kata kerja) karena dalam ayat-ayat berikut,
semua kata benda yg mengikuti "inna" merupakan "mubtada" atau "subyek":
Al
Kautsar 3: "Inna saani akahuwal abtar", "saani" bentuk jamak dari
"insan", artinya "orang2" atau "manusia2", jelas menjadi subyek ayat
ini.
Al Qadr 1: "Inna anzalna hufi lailatil qadr", subyeknya "na" dilekatkan langsung pada kata kerja menjadi "anzalna".
Begitu pula dalam Al maidah 69:
"alladzi
na amanuu", "walladzi na haduu", "wa shobiuuna", "wan nashora" jelas
adalah SUBYEK dari kata kerja "amana" (beriman). "Amana" adalah bentuk
"fiil mudhari" (kurang lebih sama dgn Present Tense dan Future Tense dlm
Bhs Inggris) untuk Orang Ketiga Jamak. Kecuali jika ayat di atas
menggunakan bentuk pasive, maka kata kerjanya akan berubah menjadi
"uminu".
Yang menjadi obyek dari kata "amana" adalah
"Allah" dan "yawmil akhir".lalu, bila Harf إِنَّ (=sesungguhnya) atau
kawan-kawannya memasuki sebuah Jumlah Ismiyyah ataupun Jumlah Fi'liyyah
maka Mubtada' atau Fa'il yang asalnya Isim Marfu' akan menjadi Isim
Manshub. Perhatikan contoh di bawah ini:
اَلْبَيْتُ
كَبِيْرٌ (=rumah itu besar) itu tanpa إِنَّ ok? jika dengan إِنَّ akan
menjadi إِنَّ الْبَيْتَ كَبِيْرٌ (=sesungguhnya rumah itu besar).jelas
ya? sejelas beda harokatnya.situ ok?
pranala luar : ( http://freewebs.com/arabindo/w26.htm )
masalahnya
kalimat sekompleks seperti Kalam Allah itu terlalu ruwet jika
disimpulkan berdasarkan pemahaman parsial.maka dikemukakan teori
pembantu berdasarkan fungsi "man".cekidot :
Bentuk jamak dlm bhs arab itu sebenarnya ada 3:
(1) Jamak sbg subyek, contoh = shobiuuna
(2) Jamak sbg obyek, contoh = shobiina
(3) Jamak sbg subyek yg dilekati preposisi, contoh = shobiina
Nah, dlm al baqarah 62, yg digunakan adalah bentuk jamak yg dilekati preposisi, yakni "man".
Kata
"man" dlm bhs arab memiliki beberapa variasi arti yg salah satunya
adalah = di antara, misal: "di antara mereka". Dalam artian ini, "man"
berfungsi sbg preposisi.
Coba perhatikan terjemahan Al-Baqarah 62:
"Sesungguhnya
orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Nah,
jelaskan, dalam ayat di atas kata "man" berarti "siapa saja di antara
mereka", yg artinya "man" dlm ayat ini adalah sebuah preposisi yg
dilekatkan kepada kata2 benda subyek "nashora", "wahuda", dan
"shobiina". Jadi sudah benar secara grammatikal kalo kata yg digunakan
adalah "shobiina", bukan "shobiuuna".
Sekarang lihat terjemahan Al Maidah 69:
"Sesungguhnya
orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang
Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Lihat,
kata "di antara mereka" diletakkan dalam tanda kurung, yg artinya dlm
ayat bhs arab, kata itu tidak ada. Artinya, kata "man" dlm ayat ini
berarti "barang siapa" yg merupakan kata penghubung, bukan preposisi.
Makanya yg digunakan adalah kata "shobiuuna".
Jadi dlm Al
Baqarah, "man" adalah preposisi "di antara mereka" sementara dalam Al
Maida "man" adalah kata sambung "barangsiapa", sama fungsi kalau dlm
bahasa Inggris dg kata "who" dlm kalimat ini:
"I know the person who did it".
Al
Baqarah 62 dan Al maidah 69 JELAS STRUKTUR KALIMATNYA BERBEDA dan
PERBEDAAN ITU DITUNJUKKAN OLEH BENTUK SUBYEKNYA YG BERBEDA ("shobiina"
dan "shobiuuna"), dan perbedaan dari bentuk subyek itu pada gilirannya
menentukan fungsi dan makna kata "man".
Fungsi dan arti "man" yg mana yg sedang digunakan dapat diketahui dari bentuk subyeknya. Contoh:
(1) Wa shobiina man amanabillah. Di sini "man" berfungsi sebagai preposisi
(2) Wa shobiuuna man amanabillah. Di sini "man" berfungsi sebagai kata hubung
(3) Man amanabillah (tanpa subyek). Di sini "man" berfungsi sebagai kata tanya
Mengapa Al Quran menggunakan 2 struktur kalimat yg berbeda seperti di atas?
untuk
memahami QS 2:62 perlu juga dipahami kalimat ( أَجْرُهُمْ عِندَ
رَبِّهِمْ ), makna dan fungsi "hum" disitu.Al Baqarah 62 INGIN
MENEKANKAN BAHWA DI ANTARA KAUM NASRANI, YAHUDI DAN SHOBIIN MEMANG
TERDAPAT orang yg beriman kepada Allah dan hari Akhir. Ini berarti
kalimat ini lebih berfungsi sebagai kalimat pernyataan, informasi kepada
siapa saja yg membaca Al quran. Tujuannya agar tidak ada generalisasi
terhadap kaum nasrani, yahudi dan shobiin bahwa mereka semua itu tidak
beriman atau beriman saja.
Al Maidah 69 tidak memiliki
penekanan seperti itu dan lebih berfungsi sebagai ATURAN DARI ALLAH,
bahwa barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, terlepas apakah
dia beragama nasrani, yahudi, shobiin atau muslim, maka Allah akan
membalasnya.
Itulah mengapa terjemahan 'diantara mereka'
pake dalam kurung pada 5:69 justru salah bila ditulis وَالصَّابِئِينَ.
Cocokkan dengan teori raf'a - nasb!!
Pola demikian itu disebut iltifat dalam najhul balaghah.
====================================================
dan apa pula itu iltifat? penjelasan dibawah mungkin cukup berkenan :
Iltifat
adalah pengalihan atau berpaling, dalam sholat, kita melakukan iltifat
saat mengucap salam setelah tahiyat akhir.Dalam tatabahasa, artinya
adalah dalam satu kalimat yang berlangsung, diselingi oleh kalimat yang
berbeda tujuan.
contoh kasus:
Syasya berkata
“Hanina, tolong bawakan kiriman tempe ke pasar. Ya Allah, semoga tidak
hujan disana. Berikan tempe itu kepada mbak Vesper”.
Kalimat “Ya Allah, semoga tidak hujan disana.” Itulah yang dinamakan Iltifat.
====================================================
Semua
subyek dalam Al Maidah 69 "alladji na amanuu", "walladji na haduu", "wa
shobiuuna", "wan nashora" secara BERSAMA2 BERTAUTAN dgn predikat "man
amana" dimana "man" berfungsi sebagai kata hubung antara subyek2 tsb dgn
kata kerja "amana". Tidak berpengaruh walaupun urutan penyebutan
subyek2 tsb ditukar, misalnya menjadi:
"alladji na amanuu
walladji na haduu wan nashora wa shobiuuna man amana billahi wal yawmil
akhir" atau atau "alladji na haduu walladji na shobiin wa nashora wal
mukminiina man amana billahi wal yawmil akhir" tetap saja fungsi "man"
adalah sebagai kata hubung. Silahkan perhatikan visualisasi berikut:
([alladji
na amanuu walladji na haduu wa shobiuuna wan nashora] + [man] + [amana
billahi wal yawmil akhir wa amila salihan]) + (fala khawfun alayhim wala
hum yahzanuuna)
Jadi ayat ini sebenarnya terdiri dari 2
anak kalimat, yakni "alladji na amanuu walladji na haduu wa shobiuuna
wan nashora man amana billahi wal yawmil akhir waamila salihan" (Anak
Kalimat 1) dengan "fala khawfun alayhim wala hum yahzanuuna" (Anak
Kalimat 2). Selanjutnya Anak Kalimat 1 terbagi lagi menjadi 2 sub anak
kalimat, yakni: "alladji na amanuu walladji na haduu wa shobiuuna wan
nashora" dengan "amana billahi wal yawmil akhir waamila salihan" yg
keduanya dihubungkan dgn kata hubung "man" (mirip dgn fungsi kata "who"
dalam kalimat "He is the boy who always makes noises")
Saya
kira utk Al Maidah 69 ini tidak ada permasalahan karena "man" berfungsi
sebagai kata hubung dan bentuk "shobiuuna" sudah sesuai dgn kelaziman
sebuah subyek. Yg dipertanyakan dalam soal justru bentuk "shobiina"
dalam Al Baqarah 62 yg menurut penuduh, mestinya dari bentuknya adalah
obyek tapi dari posisinya menjadi subyek.
Dalam Al Baqarah
62, semua subyeknya "alladji na amanuu", "walladji na haduu", "wa
shobiina", "wan nashora" secara BERSAMA2 BERTAUTAN dgn preposisi "man".
Dengan kata lain, sebagai preposisi maka kata "man" dalam ayat ini
merupakan bagian dari subyek2nya. Yg mungkin agak membingungkan bagi
kebanyakan orang adalah karena posisi preposisi yg justru berada di
belakang kata benda. Namun hal ini merupakan GAYA BAHASA yg dipakai Al
Baqarah 62 dan tidak keliru secara grammatika.
([alladji
na amanuu walladji na haduu wa shobiina wan nashora man] + [amana
billahi wal yawmil akhir waamila salihan]) + (walahum ajruhum AAinda
rabbihim fala khawfun alayhim wala hum yahzanuuna)
Ayat
ini juga terdiri dari 2 anak kalimat, yakni "alladji na amanuu walladji
na haduu wa shobiina wan nashora man amana billahi wal yawmil akhir
waamila salihan" (Anak Kalimat 1) dengan "walahum ajruhum AAinda
rabbihim fala khawfun alayhim wala hum yahzanuuna" (Anak Kalimat 2).
Selanjutnya Anak Kalimat 1 terbagi lagi menjadi 2 sub anak kalimat,
yakni: "alladji na amanuu walladji na haduu wa shobiina wan nashora man"
dengan "amana billahi wal yawmil akhir waamila salihan".
Sekali
lagi, bukan kata "man" yg menentukan bentuk subyek tetapi justru bentuk
subyek lah yg menentukan fungsi dan arti kata "man"!
Kesalahan susunan dan tata bahasa!!
Ini benar benar suatu pernyataan (tanpa bukti) yang sangat aneh.
Bagian
besar tata bahasa arab justru ditemukan dalam alquran dan tidak pernah
dicatat hingga ratusan tahun setelah quran diturunkan. Bahasa arab
klasik menjadi suatu bahasa yang bisa kita perbincangkan itu karena
mempunyai tata bahasa tetap dari alquran. Kamus kamus dan buku tata
bahasa pertama kali ditulis untuk memelihara bahasa alquran dan hadist
dari perubahan bahasa arab yang terjadi akibat pertumbuhan pesat dari
kekhalifahan islam ke dalam populasi baru yang terbentang dari pakistan
hingga portugal. Buku tata bahasa arab menggunakan kutipan dari quran
sebagaimana ini membuktikan lebih dari 500 kaidah tata bahasa.
Satu
lagi yang aneh bahwa tuduhan ini datang dari orang kristen. Alasannya,
perjanjian baru seluruhnya ditulis dalam bentuk bahasa yunani slang,
koine greek, bahasa yunani pasaran/biasa. Dan itu merupakan suatu bentuk
bahasa yang buruk dari dari bahasa yunani klasik yang sedikit sekali
memperhatikan kaidah tata bahasa.
Saya ingin coba menjawab dari tiga sisi, logika, tata bahasa, balaghah, dan saya kutipkan maknanya dari para penafsir.
1. Logika
Suatu
bahasa telah diucapkan jauh sebelum tata bahasa (grammar)-nya
diciptakan. Bahasa Inggris jauh telah digunakan untuk berbicara sebelum
seseorang duduk dan menetapkan aturan english grammar. English grammar
memang telah ditetapkan tapi jauh setelah bahasa inggris digunakan untuk
berkomunikasi.
Ambil contoh lain adalah bahasa yunani.
Kita semua tahu, bahwa yunani adalah bahasa yang sangat tua. Namun baru
abad ke 2 SM, Dionysius Thrax baru membuat buku tata bahasa
(grammar)nya. Itupun masih terbatas pada bentuk kata saja. Karyanya ini
adalah suatu karya yang sistematis pertama dalam sejarah barat. Sebelum
abad 2 M, barulah Apollonius Dyscolus melakukan study terhadap sintaksis
('nahwu') bahasa yunani, dan saat itulah Dionysius Thrax mentapkan tata
bahsa yunani. Dan penetapan itu berdasarkan poet dan penulis-penulis
yunani.
Bagaimana dengan arab?
Ada dua
sumber utama dari tata bahasa arab yaitu quran dan sajak/puisi islam
maupun pra islam. As-Sibawayh, Az- Zamakhsariy, Ibn Hisyam, Malik,
Al-Akhfasy, Al-Kasai, Al-Farazdaq, Al-Farra', Khalil, Al-Farahidi adalah
para pakar tata bahasa arab yang kita kenal dan mereka mengakui Quran
sebagai sumber tata bahasa.
Bagaimana bisa quran bisa didakwa memiliki kesalahan tata bahasa padahal quran sendiri adalah sumber penetapan tata bahasa??
Gimana logikanya, kita menyalahkan mistar karena menurut kita salah ukuran?
Ini
yang disampaikan Dr. Zakir naik dalam video debat versus William
Campbell ketika menjawab pertanyaan audiens berkaitan dengan tata bahasa
arab.
???
2. Tata bahasa
Dari
sudut tata bahasa, 'kesalahan tata bahasa' (menurut Hilman, yang dicopy
paste dari tulisan Newton Faith Freedom) bukan sama sekali tidak bisa
dijelaskan.
Sangat aneh bila Hilman (atau bahkan newton)
yang 'ahli' tata bahasa arab melewatkan penjelasan para pakar tata
bahasa arab mengenai ayat ini dalam kitab-kitab mereka.
Menurut
Sibawaih dan Al-Khalil, Sabi'uuna ialah mubtada. Ini adalah salah satu
kasus ’adhf dan sering dijumpai di bahasa Arab. Bagian kalimat itu
menunjukkan maksud kadzaalika (juga). Karenanya, kalimat itu maksudnya
"Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, dan juga Shabiin dan orang-orang Nasrani, ..."
Abu Jafar Al-Nahhas dalam A'raab al-Qur'an juga menyatakan serupa bahwa maksud dari Al maidah:69 adalah:
Innal-ladziina
'aamanuu wal-ladziina haaduu man 'aamana bilaahi MIN-HUM
wal-Yaumil-'Aakhiri wa 'amila saali-han falahum ajruhum ...
was-Shaabi'uuna wan-Nasaaraa KADZAALIK.
(Ditulis kapital dengan cetak tebal warna biru untuk menjelaskan maksudnya)
Terjemahan depag rupanya merujuk pada penjelasan ini.
Menurut
Al-Farra', pada kalimat ini, fungsi Inna menjadi "lemah" karena sebab
di antara yang saya sebutkan: efek Inna muncul hanya pada beberapa isim.
Di kasus ini, kata al-ladziina hanya mempunyai satu bentuk pada semua
kasus gramatikal. Contoh lain diambil dari bahasa Arab:
"Inna haa'ulaa'i wa ikhwatuka yukrimuunanaa."
(orang orang ini dan saudaramu berbaik hati pada kami).
Kata
haa'ulaa'i tak berubah ubah. Dengan begitu, kita bisa mengatakan
ikhwatuka atau ikhwatika dan keduanya benar. Bila kita menggunakan
ikhwatuka, maka maksudnya adalah ’orang orang ini dan juga saudaramu
berbaik hati pada kami'
Tambahan:
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا
Inna tanshibull Asma wa tarfa'ul khabar, إِنَّ itu tugasnya menasbkan isim me-raf'a kan khabar .
الَّذِينَ Alladziina Isimnya إِنَّ
آمَنُواْ jumlah ( fi'il fa'il ) menjadi khabar inna إِنَّ .
Sampai disini kalimat sudah sempurna dan إِنَّ sudah tidak berpengaruh lagi , lantaran kalimat sudah sempurna sampai آمَنُواْ
وَالصَّابِئُونَ
= وَ ( waw ) nya waw isti'naf yang menjadi awal kalimat , dikarenakan
ada waw الصَّابِئُونَ ( As Shaabi'uuna ) menjadi mubtada.
Abu
Ubaidah yang menulis dan menjelaskan kata demi kata Al Qur’an yang
dilihat dari segi majaz, kinayah serta keindahan struktur kalimat Al
Qur’an dalam kitab yang diberi judul Majazul Qur’an, menjelaskan:
Dari
segi tata bahasa, di rafa’ kannya shabiun pada kalimat itu disebabkab
orang Arab tidak membiarkan dua kata isim fa'il berdampingan sebagai
khabar dari Inna menjadi mansub keduanya. Mereka (orang Arab) biasanya
merafa' kata yang terakhirnya. Akibatnya, kata Inna pada kalimat itu
yang berposisi sebagai mubtada’ tidak atau menjadi lemah fungsinya.
Kendati
peraturan nahwu menetapkan bahwa setiap kata khabar yang mengikuti Inna
menjadi mansub, tetapi jika khabar itu terdiri dari dua kata isim fail
maka kata yang kedua menjadi marfu’.
Struktur kalimat pada
ayat Al Maidah 69 merupakan salah satu bentuk keindahan gramatikal Al
Qur’an yang mendahulu khabar dari kata Inna. Jika dilihat dalam kalimat
ayat itu, frase ولا هم يحزنون sebenarnya merupakan khabar Inna yang
berstatus marfu. maka والصابئون juga khabar Inna yang marfu. Dua frase
itu merupakan mubtada dan khabar yang saling terikat satu sama lainnya.
3. Balaghah
Sekali
lagi sangat ganjil, bila Hilman (-sekali lagi- yang mencopy paste
tulisan newton) juga melewatkan penjelasan pakar tata Bahasa arab
lainnya dari sisi Balaghah.
Az Zarkasyi dalam kitabnya Al
Burhan, yang merupakan kitab terbesar tata bahasa arab, mendefinisikan
contoh pada ayat ini (almaidah:69) sebagai ILTIFAAT. ILTIFAAT jenis ini
sama dengan ILTIFAAT pada Al Baqarah:177 dan An Nisa':162 yang keduanya
juga dianggap 'salah tata bahasa' oleh Hilman (-sekali lagi- mengcopy
paste tulisan Newton) di situs FFI.
Iltifat artinya
menoleh, berbelok atau beralih. Iltifat disini berarti membelokkan salah
satu diksi kepada diksi yang lain. Umumnya diksi yang dimaksud adalah
kata ganti orang baik pertama (takallum), kedua (khitab), atau ketiga
(ghaib). Namun Iltifat tidak hanya terbatas itu saja, bisa mencakup
tenses dan beberapa hal lainnya. Jadi, jika kita menggunakan kataganti
orang ketiga, lalu tiba-tiba diganti dengan menggunakan kataganti orang
kedua atau orang pertama, inilah yang disebut dengan iltifat, alias
pembelokan. Karena gaya bahasa yang satu ini dianggap nyeleneh, maka
para ulama menyebut iltifat sebagai salah satu dari kelompok gaya bahasa
"yang bukan pada tempatnya" (khuruj 'an muqtadha al-zhahir).
Silakan ambil satu contoh:
Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Zumar: 53).
Kita bisa
perhatikan, pada ayat ini dibuka dengan "seruan" dari pihak pertama
(Allah swt) kepada hamba-hamba-Nya, lalu kalimat seterusnya malah
mengarah pada orang ketiga.
Menurut awam, seharusnya ayat tersebut berbunyi seperti ini:
Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat-Ku, sesungguhnya Aku mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
Itu sedikit menyinggung ILTIFAAT secara umum.
Dari sisi tata bahasa Az zarkasyi juga memberikan penjelasan yang kurang lebih sama bahwa 'shaabi'uuna' adalah marfu'.
contoh
lain iltifat yang sejenis adalah Al baqarah: 177 (As Shabiriina bukan
As Shobiruuna) dan An Nisa ( Wal muqiimina bukan wal muqimuuna)
Penjelasan tersebut juga diulas panjang lebar dalam tafsir al kasyaf-nya Zamakhsary, Al Itqannya As suyuthi, dan tafsir Tabari.
Bahkan Az Zamakhsary, dalam komentarnya mengenai ayat tersebut mengutip syair arab pra islam
Bagian
'anna wa antum' seharusnya 'anna waiyyakum'. Tapi kita bisa melihat
suatu 'gaya bahasa' yang berbeda dari aturan. Gaya bahasa semacam ini
tidak dapat dikatakan sebagai 'kesalahan tata bahasa'. Sebagaimana kita
tahu tidak ada nazhim (penyair) arab yang mengkritik tata bahasa quran.
Makna
Shaabi'uun
Surat
Al Maidah ayat 69 terutamanya kata “wa shaabi'uuna” perlu dipahami
terlebuh dahulu artinya kata itu. Para pakar Ilmu Tafsir memiliki
perbedaan pendapat dalam mengartikan kata itu.
Menurut
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, kata itu menggambarkan kelompok
manusia yang bukan dari kaum Yahudi sebagai pengikut ajaran Taurat
maupun Nasrani yang mengikuti ajaran Injil atau pun Majusi yang
menyembah api. Kelompok Shaabi'un ini tidak jelas agama mereka, bahkan
patut diduga mereka tidak beragama.
Ibnu Katsir mengutip
pendapat berbeda dari Qotadah yang mengatakan bahwa kelompok ini
menyembah malaikat, menyembah ke arah tertentu,, mereka membaca Zabur
sebagai kitab suci mereka. Sementara Ibnu Wahab mengatakan bahwa mereka
hidup di wilayah Irak dan mereka yang percaya kepada Allah SWT tapi
tidak sampai kepada mereka tabligh Nabi SAW karena mereka hidup pada
zaman yang berbeda. Sedangkan pada riwayat yang lain disebutkan bahwa
mereka tidak termasuk dalam agama Yahudi, Nasrani maupun Majuzi. Mereka
tidak termasuk dalam agama-agama yang demikian. Mujahid berpendapat
mereka tidak beragama.
Dalam bukunya, Abu Ubaidah
cenderung mengartikan Shoiibin adalah kelompok yang sering keluar-masuk
agama. Mereka sering berganti-ganti agama. Anutan mereka tidak tetap.
Shabiin
Sama
dengan penjelasan di atas kata ”وَالصَّابِئِينَ “ mengandung arti
kelompok umat atau entitas tersendiri, bukan Yahudi, Nasrani maupun
Majusi. Maka dalam ayat di atas pun kata itu mewakili arti tersendiri
yang tidak tersandar dengan lainnya. Sama halnya dengan kata هَادُوا
atau والنَّصَارَى , kata وَالصَّابِئِينَ (shobiin) adalah ma’tuf
(mengikuti) kata sebelumnya. Jadi, tidak ada masalah sama sekali sebab
ketiga kata itu merupakan nasb dari Inna. Sedangkan kalimat selanjutnya
merupakan khabar Inna. Seperti dalam kalimat Innallaha Ghofurur Rahim.
Allaha merupakan Mubtada namun Nasb karena huruf Inna sedangkan Ghofurur
Rohim adalah khabar Inna yang marfu.
Sekarang
kita coba menganalisa perkata dalam ayat ini dan apa pendapat jamhur
ilmu nahwu dan syorop tentang ayat ini dan perkatan ulama tafsir seperti
dibawah ini:
Pertama:
Pendapat dari Ulam jamhur nahwu basrah berkata:
Inna ( ان ) dan Asobiun ( الصابئون) Marpu' 'alan anahu maubtada ( مرفوع على انه مبتد)
dan
khobarnya mahzub ัyadulu alaihi khobar magoblahuوخبره مخذوف يدل عليه
خبر ماقبله) :إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْีJamhur nahwu mengatakan: والنية
التأخير atau mengakhirkan kata assobiun ( الصابئون)setelah kata:
wannasoro (والنصارى)dan ini adalah bentuk nizom makna:
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى من امن منهم بالله
واليوم الأخر فلا خوف عليهم ولا هم يخزنون والصابئون كذلك.
Sesungguhnya
orang mukmin orang yahudi orang kristen siapa saja diantara mereka yang
beriman kepada allah dan hari akhir kamudian mereka beramal sholeh
mereka mendapt pahala dari sisi tuhan tidak ada kewatiran terhadap
mereka dan mereka tidak pula mereka bersedih hati. demikian juga orang
sabiin( orang yang keluar dari agama samawiyah)Mereka juga akan mendapat
ganjaran yang serupa dengan orang mukmin,yahudi dan nasrani jikalau
mereka beriman kepada allah dan beramal saleh.
Dan segi
pemakaan kalimat arab, jumlah ismiyah muakadah dengan inna, boleh
disebutkan mubtada yang lain selain isim, dan inna disebutkan satu
khobar bagi isim" inna" dan dibuang khobar mubtada kedua menunjukkan
khobar isim atau membuang khobar isim " INNA" Dan menjadikan khobar yang
disebut untuk mubtada yang kedua menunjukkan khobar isim"INNA"
MAHZUB.Dan jelas menurut jamhur ulama nahwu basrah ayat ini terlepas
dari kesalahan
Pendapat kedua:
Dan
inna ( ان)Didalam surat almaidah bukanlah,INNA NASIHAH (ان"الناسخة)
Yang menasabkan mubtada dan meropakkan khobar akan tetapi ia bermakna"
iya" yaitu harpun jawab(حرف جواب)dan tidak dipakai dalam jumlah ismiyah,
tidak nasab dan juga tidak khobar, karena allaziina( الذين)Adalah ismun
mausul (اسم الموصول) mabni fi mahli ropa'.Dan alamat ropa'nya waw
(واو).Karena jama' muzakkaris salim, dan mupradnya:Sobii (صابئ)
Dan semua dari kata: allazina(الذين).Dan assobiun ( الصابئون), Dan wannasoro (والنصارى)Ialah ; اسماء مرفوعةاما محلا.وهما:
Allaziina
( الذين)ialah مبنية فى محل رفع. Dan wannasoro (والنصارى),Marpu'dengan
dommah muqadaroh karena isim maqsur yang tidak dijelaskan akhir
harokatnya, dan assobiun ( الصابئون)Marpu'lapaz dengan waw jama'
Dan zamahsari mupasir memilih pendapat yang pertama yaitu mazhab Jamhur ulama nahwu basroh.
Dan imam saukani mengatakan: والصابئون: مرفوع على ابتداء.Dan khobrnya mahzub.
واتقدير:إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ من امن بالله واليوم الأخر وعمل
صالحافلا خوف عليهم ولا هم يخزنون والصابئون والنصارى كذالك
Sesungguhnya
orang mukmin,orang Yahudi, siapa saja diantara mereka yang berimana
kepada allah dan hari akhir dan melakukan amal sholeh, mereka mendapt
pahala dari sisi tuhan tidak ada kewatiran terhadap mereka dan mereka
tidak pula mereka bersedih hati, demikian juga dengan orang saabiin dan
orang nasrani.
secara umum penetapan والنصارا معطوف على ان الذين امنوا والذين هادو
Dan perbedaan balaghoh dalam ayat ini untu memudahkan perbedaan tiga sekte yang disebutkan Allah yaitu:
-الذين امنو - الذين هادو - النصارى - الصائبون
Tiga
golongan yang pertama yang disebutkan dalam alqur'an mempunyai ikatan
yang kuat karena masing-masing golongan tuhan memberikan kitab suci
kepada mereka dan atas mereka ada rosul dari sisi tuhan sebagai berikut:
1. Orang yang Beriman ( Islam) : kitab sucinya Alqur'an dan Nabinya Muhammad saw
2. Orang Yahudi kitab suci mereka Taurat dan nabi mereka Musa alaihi wasallam
3. orang Nasooro kitab suci mereka Injil dan nabi mereka Isa alaihi wasallam
Sedangkan
golongan yang terakhir Assoibun adalah golongan yang keluar dari dari
tiga golongan tersebut mereka tidak mempunyai kitab suci dari tuhan dan
tidak ada rosul atas mereka
Dan maqom yang dibicarakan ayat
tersebut Allah akan menerima amal mereka disisi tuhan apabila mereka
beriman dengan iman yang benar dan melakukan amal soleh dan allah akan
menghapus kesalahan mereka sebelum beriman dan allah tidak melihat masa
lalu mereka yang telah mereka kerjakan yang selalu bermaksiat kepada
allah dan menyukutukan allah dan jikalau mereka mengantinya dengan iman
kepada allah dan melakukan amal sholeh allah akan memberikan ganjaran
pahala seperti orang yang beriman( Islam)
Haadu: Yakni
orang yahudi yang mana disaat turunnya alqur'an kebanyakan mereka
menyimpang dari agama mereka dan berpaling dari kebenaran dan mereka
merubag dan mengganti apa yang diturunkan Allah kepada mereka, Dan
apabila mereka beriman dengan iman yang benar dan bertaubat kepada allah
dan mengikuti apa yang diturunkan allah kepada penutup rosul nabi
muhammad saw, maka mereka akan aman dari azab allah dan mereka tidak
takut dan bersedih.
Begitu juga dengan orang Nasooro
mereka menjadikan tuhan mempunyai anak atau menuhan isa ibn maryam dan
mereka melenceng dari ajaran agama mereka, dan apabila mereka beriman
dengan iman yang benar , dan memperbaiki perbuatan mereka dan beriman
kepada rosul terakhir yakni muhammad saw dan melakukan amal sholeh maka
usaha mereka akan dibalas disisi tuhan dan allah akan menghilangkan rasa
takut mereka dan mereka tidak bersedih hati.
Kamudian ada
golongan tambahan yaitu orang Shoibin mereka keluar dari agama
samawiyah dan allah juga akan menerima mereka dan mengampuni mereka
sebabgai mana allah mengampuni orang yahudi dan nassooro yang beriman
kepada allah dan rosulnya.
Dan coba kita perhatikan hurup
waw pada kata shooibuun bukan a'top pada mupradat akan tetapi a'topnya
kepada jumlah dan waw yang diatopkan pada jumlah atas yang lain dan
tidak digunakan didalam mupradath jumlah ma'tupah, dan Ia tidak nasab
tidak nasab dan tidak jar. akan tetapi taarobit baina jumlataini
ma'tupah. dan ma'tupnya kepada ma'na bukan kepada kepada harokat
i'robnya
Kesimpulan:
Adalah sangat konyol menyatakan bahwa ada 'kesalahan tata bahasa', alasannya:
1.
Mustahil Al-qu’ran dihakimi salah tata bahasa karena Al-Qur’an sendiri
adalah rujukan tata bahasa arab yang terbesar disamping syair-syair
arab.
2. Pengkritik tampaknya tidak paham benar tata bahasa arab.
Bagaimana tidak? mereka bahkan melewatkan sejumlah penjelasan pakar tata
bahasa arab yang terkenal. Tidak tahu atau tidak mau tahu?? Dua-duanya
parah!!
3. Pengkritik tampaknya juga melewatkan beberapa aspek
pemahaman Al-quran. Padahal ada enam aspek yang disebut oleh Al
Andalusy: Al Lughoh (linguistik), sharf (morfologi kata), nahu
(sintaksis), balaghah, dst. Sangat parah sebagai 'ahli' bahasa arab'
tidak mengetahui kasus ini digolongkan sebagai iltifaat dalam nahjul
balaghah. Bahkan orientalis sekaliber J Burton dalam jurnalnya juga
menyertakannya.
Referensi:
1. kutuub : al burhan, al itqan, at tabari, al kassyaf dll
2.
berbagai situs internasional yang membantah langsung: islamic.org.uk,
understanding-islam.com, answeringchristianity.org, islamic
awareness.org, angel-fire.com
3. berbagai tulisan dalam forum dan
blog: AFFI ('kong naif' dan 'dark'), ummah.com, religusta @multiply.com,
dan tulisan Newton di FF, Sam Shamoun di Answering islam, dan tentunya
copi pastenya Hilman di FFI.
4 buku tulisan barat, R. Paret, The
Cambridge History Of Arabic Literature; 'Linguistic errors in the
Qur'ān', Journal of Semitic Studies, J. Burton.
5. Tulisan bebas
di situs islam: MS Abdel Halim, Khalid dan Wail Ibrahim serta video
debat Dr. Zakir naik vs dr. William Campbell
Kesimpulan berikut mungkin menawarkan efek TL/DR artikel diatas :)
Dalam
ketiga ayat yang diajukan, semuanya diawali dengan إِنَّ, di mana -
seperti telah dijelaskan sebelumnya - berfungsi menasabkan mubtada
(isim) dan merofakan khobar. Q.S. Al-Hajj:17 dan Al-Baqarah:62 tidak
perlu diperdebatkan karena memang bentuk mubtada (isim) nya mansub
(nasab). Penggunaan "wawu" sebagai "athof" sehingga kata yang mengikuti
"wawu" akan bernasib sama dengan kata pertama, yaitu dinasabkan. Mari
kita lihat dua ayat tersebut agar lebih jelas:
Al-Hajj:017
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
Al-Baqarah:062
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ
Sekarang,
permasalahannya adalah antara Q.S. Al-Baqarah:62 dan Al-Maaidah:69. Di
Q.S. Al-Baqarah:62 tertulis وَالصَّابِئِينَ dan di Q.S. Al-Maaidah:69
tertulis وَالصَّابِؤُونَ. Yang satu nasab dan yang lainnya rofa. Kenapa
bisa demikian? Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, itulah
keindahan gaya bahasa Al-Quran. Silakan diperhatikan lagi, di Q.S.
Al-Baqarah:62 terdapat dua isim fa'il berdampingan di mana
َالصَّابِئِينَ terletak di kata kedua. Begitu juga dengan Q.S.
Al-Maaidah:69 di mana terdapat dua isim fa'il berdampingan dan kata
َالصَّابِؤُونَ terletak di kata pertama. Kebiasaan orang Arab umumnya
jika terdapat dua isim fa'il berdampingan dan keduanya dijatuhi hukum
nasab, maka hanya kata kedua yang diberlakukan hukum nasab tersebut.
Dengan demikian, tidak ada kesalahan dalam Q.S. Al-Maaidah:69. Berikut
ayatnya:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالصَّابِؤُونَ وَالنَّصَارَى
********************************************************************Sekarang kita bahas alkitab deh!!!
Dalam
Alkitab bahasa Ibrani, ada sebuah kalimat yang secara aturan tata
bahasa salah. Kesalahan ini begitu konsisten, terjadi di keseluruhan
Alkitab. Jadinya tidak ada yang menganggapnya sebagai sebuah kesalahan.
Kesalahan ini berupa kata kerja tunggal yang disertai kata benda jamak,
sehingga menyalahi aturan tata bahasa Ibrani.
Kata tersebut adalah Elohim.
Kejadian 1:1 "Allah menciptakan langit dan bumi."
kata 'Allah' yang dipakai adalah Elohim (אלוהים). Bentuk jamak dari kata Eloah, yang dibentuk dengan memberi akhiran 'im'. (Ini hanya sebuah penyederhanaan)
בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהִים אֵת הַשָּׁמַיִם וְאֵת הָאָרֶץ
Hebrew,
בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהִים אֵת הַשָּׁמַיִם וְאֵת הָאָרֶץ׃
Translit,
BERE'SYIT {pada mulanya} BARA' {Dia menciptakan} 'ELOHIM {Allah} 'ET
HASYAMAYIM {langit itu} VE'ET {dan} HA'ARETS {bumi itu}
Kata
'menciptakan' (ליצור) Yang dipakai merupakan kata kerja tunggal. Dengan
demikian orang yang membaca kalimat pertama Alkitab akan tahu ada
kesalahan di situ. Masalahnya, seperti yang saya katakan tadi, kesalahan
ini begitu konsisten di seluruh Alkitab. Setiap kali Elohim merujuk kepada Allah Israel, kata kerjanya selalu berbentuk tunggal.
Makanya, dalam Alkitab bahasa Indonesia, Elohim
akan diterjemahkan menjadi 'ilah-ilah' jika disertai kata kerja jamak.
Dan diterjemahkan menjadi Allah jika kata kerjanya tunggal.
Kesalahan
inilah yang membuat beberapa orang berkata, konsep tentang Allah
Tritunggal sudah muncul dalam kalimat pertama Alkitab. Alasannya, Allah
di situ berbentuk jamak, sedangkan kata kerjanya tunggal.
Ada pula
yang berkata, kata Allah yang dipakai berbentuk jamak karena Israel
percaya kepada Allah yang Maha Esa, yang tidak bisa dijamakkan. Dengan
demikian Allah ini dihormati dengan pemakaian bentuk jamak. Bentuk yang
dianggap paling lengkap dan sempurna.
Sebuah kesalahan Tata Bahasa untuk membenarkan kesalahan Konsep Ketuhanan!!
Home
»
Hanina Menjawab
»
MENJAWAB TUDUHAN KESALAHAN TATA BAHASA ALQUR'AN
MENJAWAB TUDUHAN KESALAHAN TATA BAHASA ALQUR'AN
Written By Admin On Minggu, 18 Agustus 2013 | 21.28
Labels:
Hanina Menjawab
0 comments :
Jika anda menyertakan link dalam komentar,baik itu link hidup maupun link biasa,maka admin akan menghapus komentar anda..
Terima Kasih.