Home » » Menjawab Tuduhan QS.An-Nahl:68-69 tentang lebah memakan buah-buahan bertentangan dengan Science

Menjawab Tuduhan QS.An-Nahl:68-69 tentang lebah memakan buah-buahan bertentangan dengan Science

Written By Admin On Jumat, 16 Agustus 2013 | 21.17

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Berdasarkan ayat ini:

وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (٦٨)
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ




Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
(QS. An-Nahl : 68-69)

“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan…” 


Lebah makan buah? Bukankah yang dimakan oleh lebah itu sari bunga, bukan buah? Yang bener yang mana neh, Alqur’an atau guru Biologi?

“Pertanyaan” ini sering diajukan oleh non-muslim, bukan pertanyaan ingin tahu sebenarnya, sebuah keheranan dari seorang non-muslim dalam membaca ayat tersebut… Yang kemudian dikemukakan dengan maksud untuk memojokkan Al-Qur`an. Rasa heran yang sama bisa saja menghinggapi siapa saja, bahkan juga seorang Muslim. Karena ketidak fahaman terhadap bahasa Al-Qur`an, tidak mustahil kemudian memicu sebuah anggapan bahwa Al-Qur`an aneh, bahasanya rancu, dan lain sebagainya

Keheranan tersebut tidak akan muncul seandainya dia memahami Bahasa Arab dan sastranya, yang mana dengannya Al-Qur`an diturunkan. Bahkan akan berganti dengan kekaguman akan keindahan susunan bahasanya.

Jika dibahas dari segi sastra Arab (Ilmu Balaghah), lafaz ayat tersebut termasuk Mujaz Mursal. Majaz Mursal adalah sebuah perkataan yang dipergunakan bukan pada maknanya yang sesungguhnya, karena adanya ‘alaqah (hubungan) antara kata yang dilafazkan tersebut dengan makna yang dikehendaki, yang mana ‘alaqahnya tersebut bukan (perumpamaan), serta adanya musyabbahahqarinah (indikasi) yang menghalangi kata tersebut difahami secara maknanya yang asli.

Qarinah (indikasi, yang menghalangi makna kata tersebut difahami secara hakiki) ada dua macam: lafziyyah (secara lafaz) dan haliyah (hal yang dapat difahami dari konteks kalimat). Dalam lafaz ayat tersebut, qarinahnya adalah lafziyyah, yaitu lafaz “dari tiap-tiap (macam) buah-buahan”. Suatu hal yang mustahil lebah makan buah. Semua akal sehat menyatakan demikian.

Mustahil lebah makan buah. Lebah tidak makan buah, tapi yang dimakan oleh lebah adalah saripati bunga sebelum menjadi buah. Selain memakan saripati bunga, lebah juga membantu penyerbukan pada bunga tersebut sehingga bisa menghasilkan buah. Disebabkan karena proses tersebut, maka terjadilah pembuahan. Berbagai macam buah-buahan disebabkan oleh karena terjadinya proses tersebut, maka ‘alaqah dalam lafaz ayat ini adalah sababiyah (hubungan sebab-akibat).

Dari sini dapat difahmai, makna lafaz ayat tersebut: “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) saripati bunga. Dengan begitu terjadilah penyerbukkan dan membuahkankan aneka macam buah-buahan (yang bisa dimanfaatkan oleh manusia)…”.


Diantara ayat lain yang diungkapkan dalam bentuk yang demikian adalah Q.S. Al-Mu’min (40) ayat 13:

Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).”

Lalu kenapa diungkapkan dengan uslub (susunan bahasa) yang demikian? Dari sisi balaghah al-kalam (keindahan susunan kalimat):
  • Jika kita perhatikan, pengungkapan kalimat dengan Majaz biasanya menyebabkan pengungkapan kata menjadi lebih I’jaz (kalimatnya ringkas namun maknanya dalam dan panjang bila diuraikan).
  • Manifestasi balaghah lain yang terdapat dalam penggunaan majaz ini adalah kelihaian dalam memilih ‘alaqah antara makna hakiki dan makna majazi, sehingga majaz dapat memberikan gambaran makna yang dimaksud dengan gambaran yang sebaik-baiknya.
  • Apabila dicermati lebih jauh, bentuk Majaz selalu bombastis, indah dan mendatangkan pengaruh dalam jiwa serta menarik jiwa untuk menghayati dan akal untuk memikirkan.
Secara makna, kita bisa mengambil ibrah dari lafaz ayat yang ringkas tersebut:
  • Menerangkan salah satu proses penyerbukan tanaman, yaitu melalui bantuan hewan penghisap saripati bunga, yang diantaranya adalah lebah (dalam ayat lain di Q.S.15:22 diterangkan juga dengan bantuan angin), dan semua itu adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan.
  • Ayat tersebut menerangkan tentang nikmat Allah yang diberikan kepada manusia melalui lebah. Yang nampak secara lahiriyah (dan diwujudkan dengan ungkapan yang dzahir) adalah nikmat berupa madu yang berfungsi untuk keperluan konsumtif dan obat. Namun ada nikmat lain melalui lebah yang tidak kalah pentingnya namun kadang dilupakan orang karena tersembunyinya/ tidak nampak, yaitu membantu proses penyerbukkan bunga hingga menjadi buah yang bisa dinikmati oleh manusia.
  • Menerangkan hukum sebab-akibat, yaitu penyerbukkan terjadi disebabkan oleh lebah. Namun jangan kemudian menyembah dan menuhankan hukum sebab-akibat serta melupakan bahwa Allah-lah pencipta dan yang menetapkan hukum tersebut. Lebah tetap berada dibawah perintah dan kendali Allah, maka janganlah sombong dan kufur terhadap nikmat Allah. Tidak sedikit kaum materialis yang terjebak pada menuhankan hukum sebab akibat ini.

Ungkapan seperti itu mungkin juga ada dalam bahasa lain, walau mungkin tidak diakui sebagai sebuah keindahan bahasa, bahkan mungkin akan dianggap sebagai sebuah kesalahan tata bahasa. Umpamanya ungkapan “jasa guru sangat besar dalam mendidik para sarjana”. Maksudnya tentu bukan para sarjana yang dididik, namun mendidik murid-murid mulai TK hingga perguruan tinggi, sehingga akhirnya melahirkan para sarjana.

Ungkapan kalimat seperti diungkapkan dalam ayat tersebut adalah hal yang biasa dalam ungkapan Bahasa Arab, bahkan terdapat keindahan dalam pengungkapan kalimat seperti itu dalam dzauq (cita rasa) Bahasa Arab. Dan Al-Qur`an diturunkan dalam Bahasa Arab, maka cita rasa bahasanya hanya dapat dipahami dan dihayati bila memahami Bahasa Arab.

Dua ayat yang mulia (QS.An-Nahl:68-69) ini menjelaskan kepada kita penjelasan yang detail dan ilmiah yang diungkap oleh ilmu pengetahuan modern tentang cara hidup jenis serangga ini yang aturan yang sangat unik, yang kita hanya sanggup berkata:"Mahasuci Allah Sebaik-baik Pencipta." Dan berikut ini beberapa sisi dari ungkapan Al-Qur'an yang indah yang sejalan dan memiliki kesesuaian secara sempurna dengan apa yang dibuktikan oleh sains modern berdasarkan observasi yang cermat dan alat-alat teknik modern.

Kata lebah dalam ayat yang mulia di atas menunjukkan kata feminine (betina) yaitu dari firman-Nya:(اتَّخِذِي، كُلِي، فَاسْلُكِي، بُطُونِهَا) ( buatlah (sarang-sarang), makanlah, tempuhlah (jalan Tuhanmu), perut mereka), padahal dalam bahasa Arab dia adalah maskulin (jantan), yang mana kita mengatakan هذا النحل/ini lebah, bukan هذه النحل sama persis dengan kata النمل/semut, dan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

" يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ"
”Hai semut-semut (jantan), masuklah ke dalam sarang-sarang kalian.” (QS. An-Naml: 18)
Maka kata an-Naml (semut) dalam ayat di atas datang dengan lafazh maskulin (menunjukkan jantan), tidak dengan lafazh feminin sebagaimana dalam kasus lebah. Akan tetapi firman Allah menggunakan bahasa Arab yang jelas (benar), maka bagaimana hal seperti ini bisa benar??!!
Wahyu Ilahi ini ditujukkan kepada sekelompok lebah yang ada di dalam sarang lebah, tugas mereka adalah mendeteksi dan mencari segala sesuatu yang dibutuhkan oleh sarang lebah. Kelompok ini disebut kelompok lebah betina (reagent), dan mereka adalah lebah-lebah betina bukan jantan, bahkan semua pekerjaan di dalam dan di luar sarang lebah hanya dilakukan betina bukan jantan. Peran lebah jantan hanya sebatas untuk mengawini lebah ratu. Dan bahkan terkadang sarang lebah mengeluarkan lebah-lebah jantan keluar sarang setelah sayap mereka dirobek untuk memastikan tidak kembalinya mereka ke sarang. Hal itu terjadi dalam kondisi krisis pangan, dalam rangka untuk menjaga keberlangsungan sarang. Oleh sebab itu lafazh-lafzah lebah dalam ayat ini menggunakan lafazh feminin (betina) cocok/sejalan dengan apa yang ditetapkan oleh ilmu pengetahuan (sains) modern, bertentangan dengan apa yang biasa digunakan oleh bangsa Arab. Sehingga dengan demikian kita mengetahui bahwa Firman Allah berlaku/cocok untuk semua tempat dan waktu.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (68)

”Di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.” (QS. An-Nahl: 68)
Huruf jar (preposisi) "من"/dari lebih baik dan lebih akurat maknanya dibandingkan dengan huruf jar (preposisi) "في"/di untuk mengungkapkan makna bagian, cara dan tempat. Maka lebah-lebah tersebut memanfaatkan sebagian tempat di sekeliling sarang sebagai benteng untuk melindunginya dari kerasnya lingkungan yang mengelilinginya, dan di atasnyalah lebah-lebah itu membangun sarangnya. Lafazh "من"/dari gunung memberikan faedah bahwa tempat tinggal mereka adalah pegunungan dan tempat tinggal mereka ini berasal dari tanah pegunungan. Dan ini adalah apa yang dilakukan oleh lebah sebenarnya, akam tetapi preposisi "في"/di hanya memberikan faedah tempat saja (bahwa tempat tinggal mereka adalah pegunungan).

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

”Dan dari tempat-tempat yang dibuat/dibangun oleh manusia."

Maknanya mencakup batang-batang pohon yang di lubangi, dan lubang-lubang dari lumpur yang telah dikenal pada saat turunnya al-Quran waktu kita sekarang ini. Dan itu adalah satu-satunya tempat yang dibuat oleh manusia untuk lebah pada zaman tersebut. Dan ditambah pula dengan sarang-sarang dari kayu dengan bentuk-bentuk yang berbeda yang di dalamnya ada sekat-sekat baru dikenal manusia baru-baru ini, setelah ditemukan oleh manusia bahwa lebah-lebah itu membutuhkan celah yang ideal untuk mereka lewati di antara sel-sel madu.

Kata “yang dibuat/dibangun oleh manusia” meliputi semua jenis sarang, baik modern dan klasik. Dan seandainya al-Qur’an bukan dari sisi Allah tentu akan datang dengan lafazh yang berbeda dengan lafazh ini, misalnya, "dari tempat-tempat (lumpur) yang dibentuk oleh manusia " seperti yang dikenal pada saat turunnya ayat ini berupa silinder tanah liat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
”Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan.” (QS. An-Nahl: 69)
Huruf jar (preposisi) "ثم"/kemudian, menunjukkan makna urutan, dan jeda dalam rangkaian peristiwa yang dialami oleh lebah, sebagaimana yang ditelah dijelaskan, yaitu membangun rumah dan memakan buah-buahan. Dan ini benar-benar cocok sekali dengan kenyataan yang ada.

Maka setelah sekelompok lebah benar-benar mapan di tempat tinggalnya yang baru, mereka akan tinggal beberapa waktu di tempat tersebut, kadang lama dan kadang sebentar, mereka tidak langsung melakukan aktivitas mereka seperti biasa sampai mereka yakin keamanan/keselamatan tempat tinggal mereka. Kemudian barulah mereka memulai kehidupan normal mereka yaitu mengumpulkan nektar dan pembuatan madu.

Kata " كُلِي"/makanlah kelihatannya aneh, karena yang terlintas dalam benak pikiran kita ketika menyebutkan lebah adalah madu, dan madu itu diminum, dan ia dibuat oleh lebah dari sari bunga yang ia berbentuk cairan??!!
Akan tetapi maknanya tidaklah demikian, tetapi maknanya adalah sebagaimana yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern, bahwa lebah makan dan minum (memiliki bagian-bagian mulut pemakan dan pengisap). Dan ia memakan serbuk sari (sumber protein untuk lebah) yang dikumpulkan dari bunga, dan ia meminum nektar (sumber karbohidrat). Oleh karena itu kata " كُلِي"/makanlah digandengkan dengan kata buah-buahan dan buah berasal dari serbuk sari buah yang dimakan oleh lebah !!!!!!

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ

” Dari tiap-tiap (macam) buah-buahan.” (QS. An-Nahl: 69)

Menunjukkan keumuman segala macam buah-buahan, tanpa terkecuali. Tidak ada satupun buah melainkan ia memiliki serbuk sari dan tidak ada satupun serbuk sari melainkan pasti lebah akan memakannya. Seandainya al-Qur’an bukan dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala tentu ayatnya akan mengatakan, misalnya ”buah-buahan yang manis” atau bahkan tidak disebutkan kata buah-buahan sama sekali, karena hal itu baru diungkap oleh setelah ditemukannya mikroskop dan alat-alat penelitian lainnya.

Akan tetapi Dialah Sang Pencipta, Dia yang berfirman di dalam al-Qur’an ini. Dan datang lafazh "مِنْ كُلِّ"/dari tiap-tiap untuk menunjukkan sebagian, yaitu sebagian dari satu pohon, maksudnya lebah tidaklah memakan satu pohon keseluruhan, akan tetapi ia memakan sebagian dari pohon, dan di sisi lain ia memakan seluruh jenis/macam pohon, bukan pohon-pohon yang berbuah manis saja.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا

”Maka tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” (QS. An-Nahl: 69)

Huruf Fa’ menunjukkan tertib (urutan) dan kesegeraan (tidak ada jeda antara dua perbuatan), karena lebah pada waktu-waktu ini (setelah memakan sari bunga dari buah-buahan), ia tidak terlambat untuk pulang ke sarangnya, akan tetapi mereka bersegera pulang. Dan mereka bersegera melakukan akifitasnya untuk mengisi sarangnya dengan apa yang ia kumpulkan, supaya mereka bisa kembali lagi untuk mengumpulkan sari bunga lalu kemudian diisikan kembali ke sarangnya, dan hal itu berlangsung terus sampai habs waktu siang hari.

”Maka tempuhlah jalan” kalimat ini menunjukkan bahwa lebah memiliki rute/jalur yang telah ditentukan, seperti rute khusus untuk pesawat terbang, dan ini adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan modern, bahwa lebah terkadang terbang dengan jarak yang jauh dari sarangnya, dan terkadamh sampai sejauh tiga kilometer. Dan supaya mereka tidak tersesat untuk pulang mereka menjadikan matahari sebagai tanda di udara untuk menentukan arah, di samping mareka menggunakan aroma-aroma bunga untuk membantu mereka untuk mengidentifikasi tren serta beberapa jenis aroma yang dikeluarkan oleh tanaman bunga (sebagai tanda di bumi). Dan dengan demikian maka lebah memiliki cara dan jalan tersendiri, antara sarang dan lokasi aktifitasnya (tempat mencari sari bunga), maka mereka tidak akan pernah salah untuk menempuh tujuannya.


Wallahu’alam bishshowab....

Share this article :

1 komentar :

  1. jawaban untuk fitnah di blog palsu yg ini:
    http://haninasyahidah.wordpress.com/2012/02/22/tafsir-quran-surah-an-nahl69/

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Hanina Syahidah - All Rights Reserved
Template Modif by Adam Pramuja Published by Raa Pramuja